Seperti biasanya , pada bulan besar kali ini tentunya yang namanya undangan pernikahan ataupun khitanan dari para kerabat, tetangga, teman seperti dengan sendirinya berdatangan.
Konsekuensinya kalau sudah begini, tentunya harus menyisihkan waktu untuk menghadiri undangan-undangan itu dan juga menyediakan anggaran khusus untuk "buwuh" kepada yang mengundang tsb. Di ngGersik istilah "buwuh" sering digunakan masyarakatnya sebagai arti lain dari istilah "kondangan".
Belum lagi bilamana yang punya hajatan adalah masih kerabat sendiri, maka buwuhane akan menjadi double. Untuk para kaum "wedok" akan "buwuh" sendiri, sementara kaum "lanang" juga "buwuh" sendiri. Hanya saja biasanya bedanya bilamana kaum wedok kebanyakan dalam bentuk bahan mentah/sembako (mis; beras, minyak goreng, gula pasir, dll) sedangkan kaum "lanang" lebih praktis lagi yakni dalam bentuk "mentahan" atau uang dalam amplop.
Di ngGersik tradisi "buwuh" ini baik itu di desa maupun kota ternyata memiliki nilai atau jaminan sosial tertentu bagi masyarakatnya dan juga merupakan wujud solidaritas sebagai anggota masyarakat terhadap kerabat, tetangga, teman atau anggota masyarakat lainnya yang sedang punya hajatan, dengan kata lain tradisi"buwuh" itu sendiri adalah untuk membantu meringankan beban yang punya hajatan.
0 komentar:
Posting Komentar